Jumat, 07 Juni 2013

Raja-Raja Kerajaan Sunda.

                                                                             
                                                   Prasasti Kawali -  Ciamis - Jawa Barat


                                               Prasasti Batu Tulis - Bogor - Jawa Barat


                                                Prasasti di Wilayah Cirebon - Jawa Barat

                                                                            
                                                          ( Aksara - Sunda - Ngalagena )

                                                  
Pada Tulisan yang lalu ( Kerajaan Kendan / Kelang )  masa kekuasaan Raja Kendan / Kelang ke IV, yaitu Wretikandayun telah melepaskan diri dari Kerajaan Taruma Nagara menjadi Kerajaan Galuh dengan Ibu Kotanya Galuh ( = Permata ) didesa Karang Kamulyaan Cijeungjing Ciamis, Jawa Barat, sedangkan Kerajaan Taruma Nagara dibawah kekuasaan Tarusbawa / Tohaan pada tahun 670 M sudah berubah nama menjadi kerajaan Sunda dengan Ibu Kotanya di Pakuan Bogor Jawa Barat. hal tersebut berdasarkan Naskah Kuno Carita Parahiyangan  ( Koleksi Perpustakaan Museum Nasional Indonesia ) menyebutkan penerus Kerajaan Taruma Negara adalah Tohaan sebagai Cikal bakal Raja-Raja Sunda sampai Raja ke 36 Prabu Surawisesa. Sedangkan Raja Penerus setelah No.36 yang berperang dengan Banten dan Cirebon dapat dilihat / ditemukan di Sejarah Banten.

Nama Kerajaan Sunda berdasarkan Peninggalan sejarah yang mengisahkan Perjalanan Pertama Prabu Jaya Pakuan ( Bujangga Manik Maya Raja Ke I Kerajaan kendan / Kelang ) telah mengelilingi Pulau Jawa yang dituturkan sebagai berikut ;
# Sadatang Ka Tungtung Sunda, Meuntasing di Cipamali, datang ka Alas Jawa #

Raja-Raja Kerajaan Sunda menurut Naskah Pangeran Wangsa Kerta ( Kasepuhan Cirebon ) berkuasa dari tahun 932 M - 1579 M, beragama Hindu & buddha menguasai Banten, Jakarta, Jawa Barat, sebagian Jawa tengah dan bagian selatan Sumatera.
Setelah tahun 1579 Masehi kerajaan Sunda Runtuh oleh Kasultanan Banten dan dibawah kekuasaan Sultan Banten, Sultan Maulana Yusuf dan berubah ideologi menjadi Islam.

Adapun Raja-Raja Kerajaan Sunda ( Hindu / Buddha ) adalah ;
  1. Prabu Raja Tarusbawa, ( Th.670 M - Th.723 M ) adalah menantu Kerajaan Tarumanegara terakhir yaitu pada masa pemerintahan oleh Lingga Warman, menguasai Kerajaan Sunda Wilayah bagian Barat, sedangkan wilayah bagian Timur sebagai kerajaan Galuh dikuasai oleh Wretikandayun ( Th. 612 M - Th. 702 M ) dan dilanjutkan oleh Putranya Mandi Minyak yang kawin dengan Putri Raja Kalingga, dari itu mempunyai Putra Purbasora dan Bratasenawa/Sena/Sanna satu Ayah lain Ibu. Bratasenawa mempunyai Istri Sanaha berkuasa dari tahun 709 M - tahun 716 M, dan pada th. 716 Masehi mangkat karena dikudeta  oleh Purbasora yang kemudian Purbasora dilengserkan lagi oleh Sanjaya dengan bantuan Tarusbawa dari Kerajaan Sunda karena dianggap sebagai pewaris yang sah.
  2. Prabu Haris Darma / Raja Sanjaya / Prabu Rakeyan Jamri, ( Th.723 M - Th.732 M ) adalah menantu Tarusbawa dan juga sebagai Cucu Wretikandayun dari Ibu Sanaha, sedangkan neneknya adalah Maharani Ratu Shima dari Kerajaan Kalingga di Jepara, Ayah dari Sanjaya adalah Bratasenawa / Sena / Sanna. Setelah tahun 732 M Sanjaya menguasai Kalingga Utara yang disebut sebagai Bumi Mataram Hindu ( berdirinya Wangsa Sanjaya Mataram Hindu ) dan kerajaan Sunda Galuh yang kemudian diserahkan kepada Putranya dari Istri teja Kancana yaitu Tamperan Barmawijaya / Rakeyan Panaraban. 
  3. Prabu Rakeyan Panaraban / Tamperan Barmawijaya, ( Th. 732 M - Th. 739 M ).
  4. Prabu Rakeyan Banga ( berkuasa dari Th. 739 M Sampai Th. 766 M ).
  5. Prabu Rakeyan  Medang yang bergelar Prabu Hulu Kujang ( Th.766 M - Th.783 M ).
  6. Prabu Giling Wesi, adalah menantu Rakeyan Medang yang bergelar Prabu Hulu Kujang ( berkuasa dari Th. 783 M  Sampai  Th. 795 M ).
  7. Prabu Pucuk Bumi Dharmaswara, adalah menantu Prabu Giling Wesi ( Th. 795 M - Th. 819 M ).
  8. Prabu Rakeyan Wuwus bergelar Prabu Gajah Kulon, ( Th. 819 M - Th. 891 M ).
  9. Prabu Dharma Raksa, adalah adik Ipar Rakeyan Wuwus bergelar Prabu Gajah Kulon ( berkuasa dari Th.891 M Sampai Th. 895 M ).
  10. Prabu Windu Sakti, bergelar Prabu Dewagung ( Th. 895 M - Th. 913 M ). 
  11. Prabu Rakeyan Kamuning Gading, bergelar Prabu Pucuk Wesi ( Th. 913 M - Th. 916 M ).
  12. Prabu Rakeyan Jaya Giri, adalah menantu Rakeyan Kamuning Gading bergelar Prabu Pucuk Wesi ( berkuasa dari Th. 916 M sampai tahun 942 M ) hal ini terbukti berdasarkan Prasasti Sanghiyang Tapak Th. 923 M.
  13. Prabu Atmaja Dharma Hari Wangsa, ( Th. 942 M - Th. 954 M ).
  14. Prabu Limbur Kancana, adalah Cucu Rakeyan kamuning Gading bergelar Prabu Pucuk Wesi ( berkuasa dari Th. 954 M - Th. 964 M ).
  15. Prabu Munding Ganawirya, ( Th. 964 M - Th. 973 M ).
  16. Prabu Rakeyan Wulung Gadung ( Th. 973 M - Th. 989 M ).
  17. Prabu Braja Wisesa ( Th. 989 M - Th. 1012 M ).
  18. Prabu Dewa Sanghiyang ( Th. 1012 M - Th. 1019 M ).
  19. Prabu Sanghyang Ageng ( Th. 1019 M - Th. 1030 M ) Permaisurinya adalah Putri Kerajaan Sriwijaya, masih kerabat dekat Raja Wurawuri Sriwijaya, 
  20. Prabu Sri Jaya Bhupati bergelar Detya Maharaja, ( Th. 1030 M - Th. 1042 M ) Putra Mahkota Prabu Sanghyang Ageng keturunan Sriwijaya, Prasastinya ditemukan di Cibadak Sukabumi yang bernama Prasasti Jaya Bhupati, Permaisurinya adalah Putri Darmawangsa dari Jawa Tengah, pada waktu Darmawangsa diserang oleh Sriwijaya disebut Perang Pralaya ( Prasasti Calcuta ), Sriwijaya runtuh pada Tahun 1025 oleh serangan Raja Chola dari India.
  21. Prabu Dharmaraja bergelar Sang Mokteng Windu Raja ( Th. 1042 M - Th. 1065 M ) Ibu kota Pemerintahan di Galuh Ciamis Jawa Barat.
  22. Prabu Langlang Bhumi bergelar Sang Mokteng Windu Kerta ( Th. 1065 M - Th. 1150 M ) Ibu Kota Pemerintahan di Pakuan Pajajaran Bogor Jawa Barat.
  23. Prabu Rakeyan Jaya Giri bergelar Prabu Menak Luhur ( Th. 1150 M - Th. 1157 M ) Ibu kota Pemerintahan di Pakuan Pajajaran Bogor Jawa Barat.
  24. Prabu Dharma Kusuma bergelar Sang Mokteng Windu Raja ( Th. 1157 M - Th. 1185 M ) Ibu Kota Pemerintahan di Galuh Ciamis Jawa Barat.
  25. Prabu Dharma Siksa bergelar Prabu sanghiyang Wisnu ( Th. 1185 M - Th. 1297 M ) Ibu Kota Pemerintahan di Pakuan Pajajaran Bogor Jawa Barat.
  26. Prabu RagaSuci bergelar Sang Mokteng Taman ( Th. 1297 M - Th. 1303 M ) berkedudukan di Saunggalah, Permaisurinya bernama Dara Puspa Puteri Kerajaan Melayu adik Dara Kencana atau Istri Raja Kerta Negara dari Singasari Jawa Timur. 
  27. Prabu Citraganda bergelar Sang Mokteng Tanjung ( Th. 1303 M - Th. 1311 M ) Ibu Kota Pemerintahan di Pakuan Pajajaran Bogor Jawa Barat.
  28. Prabu Lingga Dewata ( Th. 1311 M - Th. 1333 M ).
  29. Prabu Ajiguna Linggawisesa ( Th. 1333 M - Th. 1340 M ).berdasarkan Prasasti Batu Tulis Bogor tahun 1533 masehi / tahun 1455 Saka menyebutkan Sribaduga Maharaja Ratu Ajiguna Linggawisesa di Pakuan Pajajaran Bogor adalah Sri Sang Ratu Dewata.
  30. Prabu Ranggamulya bergelar Luhur Prabawa ( Th. 1340 M - Th. 1350 M ).
  31. Prabu Maharaja Lingga Bhuwana Wisesa ( Th. 1350 M - Th. 1357 M ).mangkat pada tahun 1357 masehi dalam Perang Bubat.
  32. Prabu Buni Sora ( Th. 1357 M - Th. 1371 M ).
  33. Prabu Niskala Wastu Kancana ( Th. 1371 M - Th. 1475 M ).
  34. Prabu Susuk Tunggal ( Th. 1475 M - Th. 1482 M ) membagi Kerajaan Sunda menjadi 2 bagian Kerajaan yaitu ; Pakuan Pajajaran oleh Prabu Susuk Tunggal berpusat di Bogor, dan Prabu Dewa Niskala bergelar Ningrat Kancana dengan Pusatnya di Kawali Ciamis Jawa Barat.                              Prasastinya adalah Prasasti Astana Gedeh ditemukan di Kawasan Kabuyudan kawali, Ciamis Jawa Barat, memakai aksara bahasa Sunda Kaganga tidak berisi candra sangkala / tahun.
  35. Prabu Jaya Dewata bergelar Sri Baduga Maha Raja Prabu Siliwangi I ( Th. 1482 M - Th. 1521 M ) menyatukan kembali 2 bagian kerajaan tersebut diatas, sehingga diberi gelar Sri Baduga Maha Raja Prabu Siliwangi I dan dikenal sebagai Pakuan Pajajaran.
  36. Prabu Sura Wisesa ( Th. 1521 M - Th. 1535 M ).
  37. Prabu Dewata Buana Wisesa ( Th. 1535 M - Th. 1543 M ) dikenal sebagai Prabu Siliwangi II.
  38. Prabu Sakti ( Th. 1543 M - Th. 1551 M ).
  39. Prabu Nila Kendra ( Th. 1551 M - Th. 1567 M ).
  40. Prabu Ragamulya atau Prabu Surya Kancana ( Th. 1567 M - Th. 1579 M ).

                                                  
                                                  Peta Kerajaan Raja Raja Pasundan


Adapun Silsilah Raja-Raja di Pasundan  adalah ;  
  1. Kerajaan Salaka Nagara, Ibu Kota di Teluk Lada Pandeglang Banten, Jawa Barat.
  2. Kerajaan Taruma Nagara, Ibu Kota di Bekasi Jawa Barat, dan Sunda Pura di Bogor Jawa Barat.
  3. Kerajaan Sunda Galuh, Ibu Kota di Pakuan Bogor Jawa Barat; di Saung Galah Kuningan Jawa Barat ; di Kawali Ciamis Jawa Barat.
  4. Kerajaan Pajajaran, Ibu kota di Pakuan Bogor Jawa Barat.
  5. Kerajaan Islam Banten, Ibu Kota Banten Jawa Barat.

Terima Kasih kepada Teman2 yang telah meluangkan waktu membaca tulisan ini walaupun tulisan ini masih jauh dari Sempurna, karena belum seluruh Bukti-bukti sejarah ditemukan.
By ; Anggulimala Putra. Google+


Nara Sumber, Peninggalan & Pustaka yang berhubungan ;
- Naskah Kuno Carita Parahiyangan ( koleksi Perpustakaan Nasional ) kropak 406.
- Prasasti Jaya Bhupati di Cibadak Sukabumi Jawa Barat.
- Prasasti Kawali / Prasasti Astana Gedeh di kabuyutan kawali, di Ciamis Jawa Barat.
- Prasasti Batu Tulis Tahun 1533 ( Th.1455 Saka ) di Bogor Jawa Barat.
- Kabuyutan Sanghyang Tapak.
- Prasasti Purnawarman di Pasir Muara dan Pasir Koleangkak di Bekasi Purwakarta Jawa Barat.
- Arca Manik, Arca Durga di Museum Nasional Jakarta.
- Candi Cangkuang di Bojong Mente Garut Jawa Barat.
- Naskah Pangeran Wangsa Kerta di Cirebon Jawa Barat Tahun 1579.
- Pusaka Naga Sastra.
- Naskah Wangsa Kerta.
- Artikel Prof.Drs.Yoseph Iskandar.
- Pustaka Rajyarajya/Bhumi Nusantara Parwa II-IV Sarga IV-VI Th.1602 M.
- Galoeh R.Arta Koesoemadiningrat, Tropenmusem olieverfschilderij voor stellende potret van de regentvan.
- Wikipedia.
- Dana Sasmita, Saleh ( Th.1983 ) Sejarah Bogor Bag.I Pemda Bogor Jawa Barat.
- Naskah Carita Waruga Guru ( tahun 1750 ).
- KF. Holle ( Th. 1869 ).
- R.NG.Poerbatjaraka Th. 1921.
- kebudayaan Sunda zaman Pajajaran Jilid II Edi.S.Eka jali, Pustaka Jaya Th.2005.
-
















































Jumat, 17 Mei 2013

Kerajaan Kendan / Kelang.


                                                   Candi Cangkuang Garut Jawa Barat






                                                     Arca Manik di Nagreg Jawa Barat


Menurut Naskah Wangsa Kerta, Raja Tarumanagara yang ke 7 yaitu Surya Warman ( Th.535 M - 561 M ) mempunyai Putri yang bernama Tirta Kancana dinikahkan dengan Resi Guru Manikmaya dan mendirikan kerajaan Kendan / Kerajaan Kelang didesa Citaman Kecamatan Nagreg antara limbangan dan Garut, sedangkan Putra Resi Guru Manikmaya ini yang bernama Raja Putra Suraliman menjadi Panglima Perang dikerajaan kakeknya yaitu Surya Warman di Taruma Nagara.

Kendan dari kata Kenan yang artinya Batu Cadas berwarna hitam dengan rongga-rongga didalamnya dan mengandung kaca, sedangkan Pusat Kerajaannya di Nagreg ( sekarang jalan Nagreg ) 1 km dari Jalan Kereta Api dibawah Kaki Bukit Sanghyang Anjung ( sekarang dekat Proyek Pembangunan Penjernih Air Legok Nangka ), kekuasaannya berada dibawah Kerajaan Taruma Nagara dan kerajaan ini menjadi besar ketika kekuasaannya dipegang oleh Prabu Wretikadayun atau Raja Kendan pada generasi yang ke 4 ini.

Adapun Raja-Raja Kerajaan Kendan ini adalah
  1. Raja Maha Guru Manik Maya ( Th.536 M - Th.568 M ), berasal dari keluarga Calankayana di India Selatan adalah seorang Pemuka Agama Hindu, karena Jasa-jasanya dalam menyebarkan Agama Hindu ditanah Jawa, Raja Taruma Nagara pada waktu itu adalah Surya Warman menikahkan Putrinya yang bernama Tirta Kancana kepada Maha Guru Manik Maya ini sebagai Istri dan memperkenankan sang Menantu mendirikan Kerajaan Kendan ditambah sebagian dari Prajurit Taruma Nagara sebagai Pelindung Kerajaan Kendan, dan Maha Guru Manik Maya ini mempunyai Putra Mahkota yang bernama Raja Putra Suraliman, hal ini berdasarkan Naskah Pustaka Rajyarajya / Pustaka Bumi Nusantara Parwa II Sarga IV tahun 1602 Masehi yang tersimpan di Keraton Kasepuhan Cirebon Jawa Barat.  
  2. Raja Putra Suraliman ( Th.568 M - Th.579 M, menikah dengan Dewi Mutyasari Putri dari Kerajaan Kutai Bakula Putra bergelar Raja Resi Dewa Raja Sang Luyu Tawang Rahiyang Tari Medang Jati, mempunyai 1 orang anak laki-laki bernama Kandiawan dan 1 orang anak Perempuan bernama Kandiawati, menguasai Nagreg dan sampai Medang Jati Garut Jawa Barat.Hal ini berdasarkan Carita Kabuyudan Sanghyang Tapak.
  3. Raja Kandiawan ( Th.597 M - Th. 612 M ), memindahkan Pusat Kerajaan Kendan dari desa Citaman Nagreg ke Medang Jati di Cangkuang Garut Jawa Barat. Hal ini terbukti dari Situs Candi Cangkuang Garut didesa Bojong Mente Cicalengka kabupeten Garut Jawa Barat. Raja Kandiawan mempunyai 5 orang Putra yaitu ; Mangukuhan, Sandang Greba, Karung Kalah, Katung Maralah dan Wretikandayun, yang masing-masing memerintah dan terbagi 5 daerah yaitu ; Surawulan, Pelas Awi, Rawung Langit, Menir dan Kuli-kuli. Pada Akhir tahtanya ditunjuk Putra bungsu Wretikandayun sebagai Raja Kendan / Kelang dan Sang Raja Kandiawan bertapa di Bukit Layuwatang, Kabupaten Kuningan Jawa Barat.   
  4. Raja Wretikandayun ( Th.612 M - Th. 702 M ), memindahkan lagi Pusat Kerajaan Kendan / Kelang ke Galuh didesa Karang Kamulyaan , kecamatan Cijeungjing, Ciamis Jawa Barat sekarang ini, dengan Permaisuri Dewi Minawati anak dari Pendeta Hindu yaitu Resi Mekandria dan menurunkan 3 orang Putra yaitu ; Sampakwaja menjadi Resi Guru wanayasa, Amara menjadi Resi Guru Deneuh dan Jantaka/mandi minyak. Hal ini berdasarkan Pusaka Naga Sastra, Pada masa itu Kerajaan Kendan / Kelang berubah nama menjadi Kerajaan Galuh. Sedangkan Pada tahun 670 Masehi Kerajaan Induk Kendan / Kelang / Galuh ini yaitu Taruma Nagara saat itu diperintah oleh Tarusbawa telah berubah menjadi Kerajaan Sunda dan menyetujui Pemisahan Kerajaan bawahannya Kendan / Kelang menjadi Kerajaan Galuh, sehingga Kerajaan menjadi 2 bagian yaitu ; 
          1. Kerajaan Sunda ( Ex Taruma Nagara ) dengan Rajanya Tarusbawa, menguasai wilayah pada  
              bagian Barat, Ibu kota Bogor, Jawa Barat, berkuasa sampai tahun 723 M, hal terbut berdasar
              kan carita  Parahiyangan, sedangkan menurut Prasasti Jaya Bupati yang ditemukan di Cibadak
              Sukabumi tidak menyebutkan Ibu kota kerajaan di Bogor.
             
        2. Kerajaan Galuh ( Ex Kendan / Kelang )  dengan Rajanya Wretikandayun, menguasai wilayah 
            bagian Timur, ibu kota Kawali di Ciamis, Jawa Barat. Menurut Carita Parahiyangan, Putra Mah
            kota Galuh Mandi Minyak menikah dengan Maharani Shima Putri dari Kerajaan Kalingga di Jawa
            Tengah, sehingga Raja Wretakandayun berani melepaskan diri dari Taruma Nagara,- 

         Kedua Kerajaan ini lalu disatukan oleh Sri Baduga yang dikenal sebagai Prabu Siliwangi menjadi
         Kerajaan Sunda Pajajaran pada tahun 1482 Masehi. hal ini berdasarkan carita Parahiayangan.


                                                          Peta Kerajaan Sunda & Galuh
                                             

Bukti-bukti Kerajaan Kendan / Kelang yang ada sekarang ini adalah ;

  • Kampung Pasir Dayeuh kolot  / disebut Kampung Kendan dikenal dengan Kampung Kelang di Bukit yang letaknya 15 km sebelah tenggara Cicalengka Jawa Barat.
  • Ditemukannya Arca Manik, Arca Durga, Pusaka Naga Sastra, Naskah berbahasa Sansekerta yang disimpan di Museum Nasional Pusat Jakarta.
  • Candi Cangkuang didesa Bojong Mente, Cicalengka, Garut, Jawa Barat.
  • Situs Makam Keramat Sanghyang Anjungan, Situs Makam Keramat Embah Singa, Situs Makam Keramat Eyang Cakra, Situs Makam Keramat Kiara Jenggot.
  • Batu Cadas Pangeran di Nagreg Jawa Barat. 
  • Sedangkan Komplek Keraton Baleeh Gedeh untuk Pertemuan  dan Baleeh Bubut untuk kediaman Raja sudah tidak ditemukan lagi karena Rumah Panggung tersebut terbuat dari Kayu dan sudah lapuk termakan usia jaman, hanya tersisa batu-batu besar di Perbukitan Citaman Nagreg.
  • Carita Parahyangan.
  • Kabuyutan Sanghiyang Tapak.
  • Baru Bertuliskan Purnawarman di Pasir Muara dan Pasir Koleangkak yang tidak menyebutkan Ibu Kota Kerajaan Taruma Nagara.

Terima kasih telah berkenan membaca tulisan ini yang masih jauh dari sempurna semoga bermanfaat.
By ; Anggulimala Putra.


Nara Sumber  dan Pustaka ;

  • Artikel oleh Prof. Drs.Yosept Iskandar.
  • Kompasiana.
  • Abah Ikim Kuncen Makam Kramat kerajaan Kelang / Kendan.
  • Carita Parahiyangan.
  • Wiki Pedia Blog.
  • Galoeh By R.Arta Koesoema DiNingrat, Tropen Musem olieverf schilderij voor stellende potret van de Regentvan.
  • Dinas Pariwisata Jawa Barat.
  • Anjungan Propinsi Jawa Barat TMII Jakarta.









Minggu, 12 Mei 2013

Kerajaan Blambangan

                                                     Pura Agung Blambangan Jawa Timur


                                               Situs Macan Putih Blambangan Jawa Timur

                                                     Museum Blambangan Jawa Timur
                                           
Kerajaan Blambangan pada awalnya adalah Kerajaan yang bercorak Hindu dan merupakan Kerajaan Hindu terakhir di Pulau Jawa, didirikan pada tahun 1294 Masehi oleh Arya Wiraraja Bupati dari Madura di Lamajang ( Lumajang sekarang ini ) karena jasa-jasanya terhadap Raden Wijaya yang berhasil menggulingkan Jaya Katwang dan mengusir tentara Mongol keluar Jawa Timur, serta mendirikan kerajaan Majapahit, hal ini sesuai dengan Serat Raja Blambangan tahun 1774 Masehi, dan Serat Pararaton juga menyebut nama Arya Wiraraja dan Lamajang.

Blambangan atau Bala = Rakyat, ombo = Besar, yang berarti Kerajaan yang banyak rakyatnya merupakan kerajaan maritim pada abad ke 13 sampai abad ke 18 dengan batasnya dari Gunung Bromo Kabupaten Lumajang sampai ke Jawa bagian Timur 10 km  dari  kota Banyuwangi sekarang ini, kecuali Pasuruan, dengan Ibu Kotanya di Panarukan ( Sekarang Situbondo ) hal ini sesuai dengan cerita rakyat dan Serat Damar Wulan tahun 1815 Masehi & Serat Menak Jingga.

Menurut Serat Damar Wulan Th.1815 M & Menak Jingga, Raja-Raja Blambangan adalah ;
  1. Arya Wiraraja, sebagai Pendiri Kerajaan Blambangan Th. 1294 M di Lamajang / Lumajang.
  2. Menak Gadru, memerintah wilayah Prasada / Lumajang, disebut juga sebagai Menak Goden menurunkan Menak Lampor yang menguasai Werdati-Teposono-Lumajang. 
  3. Menak Lampor, yang menguasai Werdati-Teposono-Lumajang.
  4. Menak Sumandhe atau Bima Koncar Th. 1489 M - Th. 1500 M.
  5. Menak Pentor, Th. 1500 M - Th. 1541 M.
  6. Menak Cucu, ( Th. 1550 M - Th. 1582 M ), memerintah Candi Bang / Kedhaton Baluran, terkenal dengan sebutan Menak Jingga / Menak Jinggo dan Anaknya bernama Sontoguno.
  7. Menak Lumpat, Raja di Werdati yang disebut juga Sunan Rebut Payung mempunyai Putra bernama Menak Seruyu bergelar Pangeran Singosari Sunan Tawang Alun I menaklukan Mas kriyan dan seluruh keluarganya dibunuh.
  8. Menak Seruyu / Tawang Alun I, ( Th.1633 M - Th.1639 M ) Bergelar Pangeran Singosari , memerintah daerah Lumajang, Kedawung dan Blambangan Banyuwangi Jawa Timur, Pada masa ini tahun 1633 Kerajaan Blambangan diserang oleh Sultan Agung tetapi gagal, dan memang setelah Kerajaan Majapahit runtuh pada abad ke 15 Kerajaan Blambangan menjadi rebutan kerajaan Islam seperti Demak, Pajang, dan Mataram untuk expansi atau mengislamkan Jawa bagian timur, tetapi  selalu gagal.
Menak Seruyu bergelar Pangeran Singosari / Tawang Alun I mempunyai Putra yang bernama ;
1.   Mas Gede Buyut.
2.   Mas Ayu Widharba.
3.   Mas Lego mempunyai Putra bernama Mas Surodilogo ( Embah Kopek ).
4.   Mas Lanang Dangiran disebut juga Embah Mas Brondong, mempunyai anak bernama Mas Aji Rekso
      Negoro & Mas Danuwiryo.
5.  Mas Senopo atau Mas Kembar / Tawang Alun II, ( Th.1665 M - Th.1691 M ), memerintah 
     Kedhaton Macan Putih bergelar Susuhunan Gusti Prabu Tawang Alun II, dari 9 Raja Blambangan,   
     Tawang Alun II ini  merupakan Raja terbesar Kerajaan Blambangan dan terbanyak Istri serta Selirnya, 
     daerah kekuasaannya meliputi Jember, Lumajang, Situ Bondo dan Bali, rakyatnya hidup makmur.

Menurut Situs Umpak Songo / Sembilan Penyangga yang ditemukan di desa Tambak Rejo, VOC Belanda berusaha memutus hubungan Kerajaan Blambangan dengan Raja Bali GelGel dan Raja Mengwi, karena sulit menaklukan Kerajaan Blambangan, Voc Belanda bekerja sama dengan Kerajaan Mataran Islam dan Kerajaan Pajang juga Demak tetapi tidak berhasil.

Dengan tujuan untuk memperkuat Wilayah kekuasaan Kerajaan Blambangan, Tawang Alun II memperistri beberapa Permaisuri dan beberapa Selir yaitu ;
  1. Mas Ayu Rangdiyah ( dari kerajaan Bali ) sebagai Permaisuri.
  2. Mas Ayu Dewi Sumekar ( dari kerajaan Blater ) sebagai Permaisuri.
Pangeran Patih Sostro Negoro menikah dengan Putri Untung Suropati menurunkan Putra Pangeran Putro Mas Purbo Danurejo dan Anaknya Pangeran Agung Dupati dan dari Selirnya lahir Mas Simo / Pangeran Willis.

Anak-Anak Raja Tawang Alun II ( dari Permaisuri ) adalah ;
  1. Pangeran Kerta.
  2. Pangeran Mancanggara.
  3. Pangeran Gajah Binarong.
  4. Dalem Agung Mancapuro.
  5. Dalem Patih Sostro Negoro / Pangeran Dipati Rayi.
Anak-Anak Raja Tawang Alun II ( dari Selir ) adalah ;
  1. Mas Dalem Jurang Mangun.
  2. Mas Dalem Wilo Atmojo.
  3. Mas Dalem Wilo Kromo.
  4. Mas Dalem Wilo Ludro.
  5. Mas Dalem Wilo Tulis.
  6. Mas Dalem Wiro Luko.
  7. Mas Dalem Puger.
  8. Mas Dalem Wiyoyudo.
  9. Mas Dalem KI Jayaningrat.
  10. Mas Dalem Wiro Guno ( Pada Th.1772 di Peralat VOC ).
Pada masa akhir tahtanya, Raja Tawang Alun II mangkat dan upacara ngaben digelar, tempat kremasinya terletak 1 km dari Balai Agung Macan Putih yang mana seluruh Istri dan Selir Tawang Alun II turut membakar diri ( Mati Sati ) masuk kedalam kobaran Api Pembakaran.  
Setelah kepergian Raja Tawang Alun II Terjadi Peperangan antara Anak Permaisuri Ke I dan Anak Permaisuri Ke II, Kedhaton Macan Putih di rusak oleh Pangeran Dipati Rayi. ( Epos Kisah Damar Wulan dan Menak Jingga ).

Pangeran Agung Dupati, Th. 1736 M - Th. 1763 M ( Cucu Tawang Alun II ) yang merupakan Cucu Untung Suropati bergelar Sinuhun Gusti Prabu Danu Ningrat memerintah Kerajaan Blambangan di kedhaton Macan Putih, Selirnya melahirkan Mas Simo / Pengeran Willis.

Pada tanggal 16 Desember Th. 1771 Masehi Kerajaan Blambangan di Serang kembali oleh VOC Belanda dengan Pimpinan Jendral Van Schaar dan kerajaan Blambangan di Pimpin oleh Rempeg Jogo Pati, VOC Belanda kalah Jendral Van Chaar tewas, yang dikenal sebagai Perang Puputan dan hari serta tanggal bulan tersebut diperingati sebagai hari jadi Kabupaten Banyuwangi, hal ini sesuai dengan Babad Tanah Jawi, Serat Damar Wulan dan Serat Minak Jinggo th. 1815.

Pangeran Agung Willis ( Th. 1771 M  ), disebut juga sebagai Mas Simo yang masih Kerabat dengan Kerajaan Mengwi, Bali, lahir dari Selir Pangeran Agung Dupati / Sinuhun Gusti Prabu Danu Ningrat menjadi keributan dan perebutan kekuasaan dikalangan Keraton Kerajaan Blambangan antara Putra Pangeran dari Permaisuri dengan Putra Pangeran dari Selir yaitu Pangeran Willis sehingga Kerajaan Blambangan menjadi lemah. hal ini sesuai dengan keterangan Guru Besar sejarah Dosen Universitas Gajah Mada DR. SRI MARGANA. Mei tahun 2011.

Rempeg Jogo Pati, keturunan dari Raja Bayu - Bali lahir dari Selir Susuhunan Tawang Alun II dikenal sebagai Senopati Kerajaan Blambangan yang diperintah oleh Pangeran Agung Willis juga masih kerabat kerajaan Bali ini menobatkan diri sebagai Susuhunan Jaga Patih di Rowo Bayu, yang mana sebelumnya Kerajaan Blambangan berpusat di Lateng ( sekarang Rogojampi ), Rowo Bayu berada di kaki Gunung Raung, hutan Pinus pertemuan 3 mata Air, yakni Sendang Kaputren, Sendang Wiganga dan Sendang Kamulyan.

**Pada bulan Oktober tahun 1772 VOC Belanda membalas kekalahannya Pada tahun 1771 Masehi  lalu dengan mengerahkan 1.500 Pasukan, sehingga Rakyat Kerajaan Blambangan  baik tua maupun muda hanya 8.000 orang hanya tersisa 2.000 orang saja, Kepala di Penggal dan digantungkan di Pohon - Pohon, Perang dan Pembuhunan Paling Sadis yang dilakukan Tentara VOC Belanda pada waktu itu terhadap Kerajaan Blambangan Banyuwangi Jawa Timur.
VOC Belanda Setelah berhasil menghancurkan Kerajaan Blambangan mulai menjalankan Politik De Vide Et Impera, yaitu Politik Adu Domba dari Belanda yang sangat terkenal, dengan cara mengangkat Mas Dalem Wiro Guno anak dari Selir Tawang Alun II sebagai Bupati Blambangan Pertama, dengan Gelar Mas Alit KRT Wiroguno dan pada keturunan selanjutnya Blambangan memeluk Islam yang sebelumnya memeluk Hindu sehingga Bali lepas dengan Jawa, tetapi sebagian tentara Kerajaan Blambangan ada yang melarikan diri ke Bali lewat hutan Pinus alas Purwo sekarang ini. ( Serat Kanda Abad ke 18 ).

Saat ini bekas - bekas Kerajaan Blambangan yang masih tersisa adalah ;

  1. Tembok Rejo salah satu Benteng Kerajaan Blambangan yang terletak didesa Tambak rejo.
  2. Pura Agung Blambangan didesa Tambak Rejo, 30 km Banyuwangi, Pura terbesar di Banyuwangi terdapat Umpak Songo, Nuur Tirta ( Air Suci ).
  3. Keraton Macan Putih di Kecamatan Kebat, Banyuwangi.
  4. Pura Mandra Giri Semeru Agung di Lumajang Jawa Timur.
  5. Stinggil sebagai Pos Pengawasan Pelabuhan.
  6. Sumur Tua dan Kolam di sekitar Pura Agung Blambangan.
  7. Sendang Keputren, Sendang Wiganga dan Sendang Kamulyan di Rogojampi Rowo Bayu kaki gunung Raung alas purwo Banyuwangi.
  8. Makam Kramat Mbah Rempeg Jogo Patih / Mbah Rembug di desa Bunder yang berasal dari kata Munder yaitu Buah bentuk seperti Apel dengan rasa Asam, lokasinya dekat dengan bekas Istana Tawang Alun. Makam keramat ini berbeda dengan Makam-makam keramat lainnya yang membujur Utara Selatan, tetapi Makam Kramat Mbah Rempeg bentuknya membujur Barat Timur.
  9. Situs Raja Tawang Alun yaitu Candi Puncak Agung Macan Putih dan petilasan pertapaan Tawang alun di Kebat Banyuwangi.
  10. Guci - Guci dan Gelang serta Aksesoris.
Terima kasih kepada teman-teman yang telah berkenan membaca tulisan ini, walau tulisan ini masih jauh dari sempurna, mohon maaf  bila ada kesalahan dari ejaan ini, Semoga bermanfaat.
By ; Anggulimala Putra.
( label Google ; dian makan11 )

Pustaka & Nara Sumber ;
- Purwa Sastra, Babad Wilis.
- Winarsih Arifin, Babad Sembar.
- Wiki Pedia Indonesia.
- I Made Sudjana, Nagari Tawon madu : sejarah Politik Blambangan abad ke.XVIII.
- Java's last Frontiee, Universitas Leiden, oleh DR.Sri Margana.
- Sejarah Indonesia SMA th.1973, Balai Pustaka, Jakarta.
- Dinas Pariwisata Jawa Timur.








                



Jumat, 03 Mei 2013

Asal Usul Kerajaan Kediri.

                                                                                                                                                                         
                                                 Sendang Tirto Joyoboyo Kediri Jatim
                                        

                                                                    Arca Airlangga

Berdirinya Kerajaan Kadiri atau Kediri tidak terlepas dari Peran Airlangga ( = Air dan loncat ) yang lahir Pada Tahun 990 Masehi, Ayahnya yang bernama Udayana, Raja dari Kerajaan Bedahulu dari Wangsa Warmadewa dan Ibunya yang bernama Mahendratta Putri dari Kerajaan Medang Wangsa Isnaya, dan juga sebagai keturunan Empu Sindok dari wangsa Isnaya dari Kerajaan Mataram Kuna / Mataram Hindu.
Pantun Airlangga ditemukan didesa Belahan Kediri, dan menjadi koleksi Museum Trowulan Jawa Timur yang mengisahkan Airlangga berkuasa sejak Usia 19 Th, yaitu Th.1009 Masehi - Th.1042 Masehi setelah 3 tahun lamanya bersemedhi dihutan.

Airlangga mempunyai 3 orang anak, yaitu ;
  1. Putri Sulung yang bernama Dewi Kilisuci. memilih hidup Sebagai Pertapa di Gunung Klotok dan sekarang ini terkenal sebagai Goa Selomangleng G.Klotok Kediri.
  2. Putra Pertama yang bernama Sri Samara Wijaya.
  3. Putra Kedua yang bernama Mapanji Garasakan.
Hal ini dikisahkan oleh ;
- Serat Calon Arang yang menyebutkan Airlangga sebagai Raja Daha.
- Nagarakertagama menyebut Airlangga sebagai Raja Panjalu di Daha.

Pusat Kerajaan atau Ibu Kotanya terletak di Kahuripan, hal ini sesuai Serat Calon Arang.

Pada tahun 1042 Masehi Airlangga turun takhta menjadi Pandita, dan wafat pada Th. 1049 Masehi hal ini dikisahkan oleh ;
  • Serat Calon Arang, Airlangga bergelar Resi Erlangga Jatiningrat.
  • Babad Tanah Jawi, Airlangga sebagai Resi Gentayu.
  • Prasasti Gandhakuti ( Th. 1042 Masehi ), Airlangga Sebagai Resi Aji Paduka Mpungku Sang Pinaka Catraning Bhuwana.   


Arca Dewa Wisnu



Kerajaan Kadiri / Kediri ( Tahun 1042 Masehi - Th. 1222 Masehi ) :


Menurut Prasasti Pamwatan yang ditulis Airlangga Pada Th. 1042 Masehi dan sesuai dengan Berita Serat Calon Arang dalam bahasa Jawa Kuna, saat akhir memegang takhta kerajaan Airlangga, Pusat Kerajaan sudah tidak dikahuripan lagi, tetapi di Daha, dan Daha = singkatan dari Dahana Pura atau kota Api, dengan Kotanya yang terletak ditepian Sungai Brantas sekarang ini.

Karena adanya 2 orang Putra Mahkota yang sering cekcok / tidak rukun, sedangkan anak Pertama Putri Dewi Kilisuci memilih hidup sebagai Pertapa, maka Pada akhir tahun 1042 Masehi saat Airlangga akan turun takhta ia meminta Empu Bharada membagi Warisan kerajaan menjadi 2 bagian yaitu ;  
  1. Putra Mahkota Sri Samara Wijaya, mendapat warisan kerajaan bagian Barat dengan nama Kerajaannya Panjalu dan Ibu Kotanya tetap di Daha.
  2. Putra Mahkota Mapanji Garasakan, mendapat warisan kerajaan bagian Timur dengan nama kerajaannya Jenggala dan Ibu Kotanya di Kahuripan.
Menurut Prasasti Mahakasubya tahun 1289 Masehi dan Nagara Kertagama, sebelum kerajaan dibelah menjadi 2 bagian, nama kerajaan oleh Airlangga adalah Panjalu dengan pusat kotanya di Daha dan menurut berita para Pedagang Chenese watu itu Panjalu = Pu-Chia-Lung.
Sedangkan Prasasti Turun Hyang II Th. 1044 Masehi mengisahkan, bahwa sepeninggal Prabu Airlangga Kerajaan Panjalu dan Jenggala selalu Perang Saudara tak pernah henti.

Perihal kekuasan kakak beradik itu, Prasasti Malenga mengisahkan bahwa Raja Mapanji Garasakan Jenggala berkuasa dari tahun 1042 Masehi - Tahun 1052 Masehi tetap memakai lambang kerajaan Airlangga yaitu Garuda Mukha dan selalu Perang dengan Panjalu / Raja Daha, Jenggala menang lalu kalah lagi terus menerus tanpa henti selama beberapa tahun lamanya.

Raja-Raja Jenggala dengan pusat kota di Kahuripan (Lambang Garuda Mukha) ; 
  1. Raja Mapanji Garasakan berkuasa dari tahun 1042 M - Th. 1052 M.
  2. Raja Mapanji Alanjung berkuasa dari tahun 1052 M - Th. 1059 M.
  3. Raja Sri Maharaja Samarotsaka dari tahun 1059 Masehi.
Sampai berkuasanya Raja-raja Jenggala Sri Maharaja Samarotsaka, tidak ada Situs pendukungnya, hal tersebut disebabkan beberapa hal yaitu kedua kerajaan Jenggala dan Panjalu yang terus menerus perang saudara, Situs dirusak / sengaja dirusak karena dianggap tidak berguna, bencana alam gunung meletus dan tanah longsor situs tertimbum dan belum ditemukan, pada era jaman Penjajahan situs diboyong keluar negeri untuk koleksi, Situs dijual untuk komersil, Pembiaraan dan tidak diketahui oleh Dinas Purbakala RI dll.
Prasasti Sirah Keting tahun 1104 Masehi oleh Sri Jayawarsa mengisahkan hanya Sri Samara Wijaya dari Kerajaan Panjalu yang masih berdiri, sedangkan Situs Tondowongso yang ditemukan didesa Gayam pada tahun 2007 lalu hanya 11 Arca ditemukan, tapi yang menarik adalah Arca Dewa Syiwa Catur Muka atau Dewa Syiwa bermuka Empat.   

Raja-Raja Panjalu dengan Pusat Kota di Daha atau Kediri ;   
  1. Raja Sri Samara Wijaya ( Th.1042 M ) bergelar Sri Jayawarsa Digjaya Shastra Prabu, ber - dasarkan Prasasti Pamwatan tahun 1042 Masehi. 
  2. Raja Sri Jayawarsa ( Th.1104 M ) sesuai Prasasti Sirah Keting tahun 1104 Masehi.
  3. Raja Bameswara / Kameswara ( Th. 1116 M - Th. 1135 M ) dengan Gelar Sri Maharaja Rake Sirikan memperistri  Sri Kirana dari Kerajaan Jenggala Kahuripan, dan memindahkan Ibu Kota kerajaan dari Daha ke Kediri serta memakai Lencana Tengkorak bertaring duduk diatas bulan sabit yang disebut Candra Pala, sesuai Prasasti Padelegan tahun 1117 dan Empu Darmaja menulis Kakawin Smaradahana.  
  4. Raja Joyoboyo atau Jayabaya ( Th. 1135 M - Th. 1157 M ) dengan Gelar Sri Maharaja Sri Gandra Sri Aji Joyoboyo, dianggap mempunyai kesaktian dan kedudukannya sebagai Bhatara Wisnu, sesuai Prasasti Ngantang Th.1135 Masehi dan Prasasti Talan Th.1136 Masehi serta Kakawin Brata Yudha tahun 1157 Masehi.
  5. Raja Sri Sarwa Weswara ( Th.1159 M ) sesuai Prasasti Padelega II Tahun 1159 dan Prasasti  Kakyunan tahun 1161 Masehi.
  6. Raja Sri Aryeswara ( Th. 1171 M ) Prasasti Angin tahun 1171 Masehi.
  7. Raja Sri Gandra ( Th. 1181 M ) Prasasti Jaring tahun 1181 Masehi.
  8. Raja Kameswara ( Th. 1182 M ) Prasasti Ceker Th.1182 & Kakawin Smaradahana.
  9. Prabu Srengga Kerta Jaya ( Th.1185 M - Th.1222 M ) menerapkan Catur Marga, Yaitu ; Dharma, Arta, Kamma dan Moksa, Sesuai Prasasti Galunggung Th.1194 M, Prasasti Kamulan Th. 1194 M, Prasasti Palah tahun 1197 M, Prasasti Wates Kulon Th. 1205 M, Negara Kertagama dan Pararaton.
Berdasarkan Prasasti Ngantang ( Th. 1135 M ) menuturkan bahwa Kerajaan Panjalu sewaktu Raja Sri Jaya Bhaya menaklukkan Kerajaan Jenggala dan menguasai Seluruh Jawa, sehingga kediri jadi terkenal, kehidupan rakyatnya makmur, dimana lahirnya Empu Sedah dan Empu Panuluh yang menulis Kakawin Hariwangsa dan Kakawin Bharata Yudha ( kisah Pandawa Lima mengalahkan Kurawa ) dan Gatot Koco sebagai kemenangan Kerajaan Panjalu oleh Sri Jaya Bhaya atas Kerajaan Jenggala.

Prabu Sri Aji Joyoboyo ber istrikan Dewi Sara mempunyai 3 orang Putri dan 1 orang Putra yaitu ;
1. Dewi Pramesti mempunyai anak bernama Angling Dharma.
2. Dewi Pramuna.
3. Dewi Sasanti.
4. Raden Jaya Mijaya.

Pada Jaman kekuasaan Kerta Jaya ini Kediri Runtuh karena diserang oleh Ken Arok, setelah sebelumnya Ken Arok membunuh Akuwu Tunggul Ametung di Tumapel dan Ken Arok mengangkat dirinya sebagai Raja Singosari lalu kemudian melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Kediri. 
Setelah merasa cukup kuat Ken Arok dari Singosari ini justru menaklukkan Kediri dan sebaliknya Kerajaan Kediri menjadi bawahan Singosari, setelah kalah Perang dengan Ken Arok didesa Ganter, hal ini dikisahkan oleh Pararaton dan Nagara Kertagama Kediri menjadi bawahan Singosari dan mengangkat Putra Kerta Jaya dengan gelar Sastra Jaya pada tahun 1222 M sebagai Bupati kediri.

                                              Petilasan Prabu Sri Aji Joyoboyo Kediri Jatim
                       
Petilasan Sri Aji Joyoboyo terletak didesa Menang, Kec. Pagu, Kediri, Jawa Timur, sebagai Sri Aji Joyoboyo melepaskan kedudukannya sebagai Bhatara Wisnu. 

Sejak Tahun 1222 Kediri diperintah oleh Ken Arok dan keturunannya selama 70 tahun lamanya, baru pada tahun 1292 sewaktu diperintah Raja terakhir Singosari yaitu Kerta Negara, Bupati Gelang-gelang pada waktu itu Jaya Katwang ( Keturunan Kerta Jaya ) dengan bantuan Arya Wiraraja Bupati Madura waktu itu menyerang Kediri kembali dan Kerta Negara Raja dari keturunan Ken Arok kalah.  
Kemudian Jaya Katwang menyebut sebagai Kerajaan Gelang Gelang, dan pada tahun 1293 Masehi datang tentara Kerajaan Mongol dari China untuk menghukum Raja Kerta Negara yang memotong telinga utusan Raja Mongol, dan hal ini dimanfaatkan oleh Raden Wijaya, sehingga Jaya Katwang kalah dan berakhirlah Kerajaan Kediri pada tahun 1293 Masehi, hal ini dikisahkan oleh Negara Kertagama dan Pararaton.

Terima Kasih yang sebesar-besarnya kepada pecinta sejarah dan yang menyukai tulisan ini walaupun tulisan ini masih banyak kekurangannya, semoga bermanfaat.
By Anggulimala Putra.

Pustaka & Nara Suber ;
-Babad Tanah Jawi Th.2007, Yokyakarta.
-Wiki Pedia.
-Dinas Pariwisata Kab. Kediri.
-Poesponegoro & Notosusanto 1990 Sejarah Nasional Indonesia Jilid II Jakarta Balai Pustaka.
-Slamet Mulyana 1979 ttg Nagara Kertagama & tafsir Sejarahnya, Jakarta Bhratara.
-Komunitas Blogger Indonesia.


Jumat, 26 April 2013

Kerajaan Taruma Nagara / Negara.


                                                          Prasasti Tugu Jakarta Utara
                                                        Candi Batu Jaya Krawang jabar 
                                                         

Pada Tahun 150 M ditatar Sunda didaerah Teluk Lada Pandeglang Banten saat ini,  berdiri sebuah kerajaan kecil oleh Rajjata Putra yang kalah perang dan terdesak oleh Maha Raja Samudra Gupta dari kerajaan Gupta Magada di India, Ia disebut juga sebagai Rajjata Putra dengan nama Kerajaannya Salaka Nagara, yang berarti ( Salaka = Perak dan Nagara = Kota ) hal ini ditulis oleh Prof. Santos dan Berita Kompasiana yang menceritakan asal usul Selat Sunda dan Laut Jawa pada zaman Es, air laut naik setinggi 60 meter dimana pada saat itu Pulau Sumatera masih bersatu dengan Pulau Jawa, serta dari Buku Wangsa kerta Pustaka RajyaRajya Bumi.
Selain itu menurut Agyre Ptolemeus pada tahun 150 M di Teluk Lada Pandeglang ada sebuah Pedusunan dengan Sesepuhnya Aki Tirem leluhur Angling Dharma dan Wali Jangkung menyebutkan  ada sebuah kerajaan kecil bernama Salaksa Nagara, tetapi karena Kerajaan ini kecil oleh Pemerintah RI tidak dimasukkan dalam Pelajaran Sejarah disekolah-sekolah dan yang diajarkan hanya mulai dari Kerajaan Taruma Nagara saja.

                                                Prasasti Ciaruteun Cibungbulang Bogor

Kerajaan Taruma Nagara, adalah kerajaan Tertua di Pulau Jawa, oleh Pedagang China disebut Toe - Poemoe pada Abad ke 5 Masehi menganut Agama Hindu Siwa dan dari 12 Raja yang berkuasa hanya Raja ke Tiga Purna Warmanlah yang lebih Populer, karena mendapat simpati yang besar dari kaum Brahmana Hindu saat itu, nama Tarum = Citarum, karena pada mulanya batas sampai Sungai Citarum yang sekarang ini antara Cianjur dengan Kabupaten Bandung Jawa Barat.

Adapun Raja-Raja Taruma Nagara adalah  ;
  1. Raja Djaja Singawarman ( Th.358 M - Th.382 M ) Pendiri Kerajaan Taruma Nagara bergelar Raja Diraja Guru Djaja Singawarman dan oleh para Brahmana Hindu disebut Gurudharma Purusa, ia adalah menantu Dewa Warman ke VIII Maha resi dari Kerajaan Salam Kayana di India yang mengungsi karena terdesak oleh Kerajaan Gupta Magada yang rajanya di Perintah oleh Maha Raja Samudra Gupta waktu itu, wilayahnya mulai dari Djasinga Bogor menbentang ke Timur dengan membawahi kerajan-kerajaan kecil sebagai kerajaan disisi sungai Cisadane dan Sungai Ciliwung dengan batas Sungai Citarum sekarang ini.
  2. Raja Dharmaya Warman ( Th.382 M - Th.395 M ) di Ciampea Bogor..
  3. Raja Purna Warman ( Th.395 M - Th.434 M ) terkenal karena pada tahun 417 M melakukan Penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga ( Kali Bekasi sekarang ) untuk Pengairan sawah sepanjang 11 Km dan melakukan selamatan dengan mempersembahkan 1000 ekor Sapi kepada kaum Brahmana Hindu, dan menurut Pusaka Nusantara, pada Parwa II Sarga 3 ( hal.152 - 162 ) menyebutkan bahwa pada Kekuasaan Purna Warman terdapat 48 Kerajaan Kecil kedaerahan yang membentang dari Salaka Nagara atau Rajjata Putra yaitu didaerah Teluk Lada Pandeglang Banten sampai ke Purwalingga ( Purbalingga sekarang ) Jawa Tengah dengan batas kali Brebes Jawa Tengah Saat ini.
  4. Raja Wisnu Warman ( Th. 434 M - Th. 455 M )
  5. Raja Indra Warman ( Th. 455 M - Th. 515 M )
  6. Raja Tjandra Warman ( Th. 515 M - Th. 535 M )
  7. Raja Surya Warman ( Th. 535 M - Th. 561 M ) menantunya Manikmaya pada Tahun 536 M mendirikan kerajaan Kendan di Nagreg antara limbangan sampai Garut, dan Putra Manikmaya menjadi Panglima Perang kerajaan Kakeknya Taruma Nagara.
  8. Raja Kerta Warman ( Th. 561 M - Th. 628 M )
  9. Raja Sudha Warnan ( Th. 628 M - Th. 639 M )
  10. Raja Hariwansa Warman ( Th. 639 M - Th. 640 M ) pada Prasasti Purna Warman di Pasir Muara memberitakan bahwa Raja Sunda dalam tahun 536 Masehi mengubah status kerajaannya menjadi kerajaan daerah.
  11. Raja NagaDjaja Warman ( Th. 641 M - Th. 666 M )
  12. Raja Lingga Warman ( Th. 666 M - Th. 669 M ) adalah Raja Terakhir Kerajaan Taruma Nagara dan dilanjutkan oleh menantunya Tarusbawa yang kawin dengan Putri sulungnya berkuasa dari Th. 669 M  S/d Th. 723 M,  karena Raja Lingga Warman mempunyai 2 Orang Putri yaitu Manasih sebagai Putri Sulung dan Sobakancana sebagai Putri kedua dan menikah dengan Sri Djaja Nasa pendiri kerajaan Sriwijaya.

                                                               Prasasti Kawali Bogor

 
                                                              Prasasti Pasir Awi Bogor

 
                                                               Prasasti Kebon kopi

Pada Tahun 670 Masehi oleh Tarusbawa kerajaan Taruma Nagara dijadikan Kerajaan Sunda. dan Kerajaan Galuh Pakuan melepaskan diri dari Tarusbawa Taruma Nagara dengan bantuan Kerajaan Kalingga yang ada di Jepara Jawa Tengah karena Putra Mahkota Galuh kawin dengan Putri Kerajaan Kalingga, oleh karena itu sejak tahun 670 Masehi Taruma Nagara pecah menjadi 2 kerajaan yaitu ;
  • Kerajaan Sunda dengan Ibu Kota di Bekasi Jawa barat.
  • Kerajaan Galuh Pakuan dengan Ibu Kota di Bogor Jawa Barat.
Prasasti - prasasti yang telah ditemukan menggunakan huruf Pallawa dan menggunakan bahasa Sansekerta yaitu  5 didaerah Bogor, 1 didaearh Jakarta, dan 1 didaerah Lebak Banten ;
  1. Prasasti Ciaruteun di Ciampea Bogor sekarang ini, berada ditepi sungai Ciaruteun dengan sungai Cisadane Bogor Jawa Barat.
  2. Prasasti Pasir Jambu ( Koleangkak ) diperkebunan Jambu didaerah Nanggung  30 Km barat Bogor Jawa Barat.
  3. Prasasti Kebon Kopi dan Prasasti Telapak Gajah ditemukan didaerah kampung Muara Hilir, kecamatan Cibungbulang Bogor Jawa Barat dalam bentuk Puisi Anustubh.
  4. Prasasti Pasir Awi dan Prasasti Muara Sungai Cianten dengan Aksara Ikal berada didaerah Citereup kabupaten Bogor Jawa Barat.
  5. Prasasti Tugu didaerah Tugu Jakarta Utara dalam bentuk Puisi Anustubh berupa Batu bulat panjang melingkar.
  6. Prasasti Cidanghiang atau Prasasti Lebak ditemukan diditepi Sungai Cidanghiang daerah munjul Lebak Banten Jawa Barat.
  7. Prasasti Purnawarman ditemukan di sisi Muara Sungai Cisadane Bogor Jawa Barat yang menceritakan bahwa Raja Sunda Surya Warman dalam tahun 536 Ibu Kota Kerajaan Sunda Pura statusnya berubah menjadi Kerajaan daerah, karena Sang Menantu yaitu Manik Maya mendirikan Kerajaan KENDAN didaerah Nagreg antara Limbangan sampai Garut Jawa Barat, sedangkan Putra Manik Maya ikut kakeknya Raja Surya Warman sebagai Panglima Perang Taruma Nagara.   
Selain Prasasti-prasasti tersebut diatas, juga ditemukan Candi Batu Djaja ditemukan didaerah Karawang Jawa Barat, Candi Cibuaya, Candi Cangkuang di Garut Jawa Barat, Arca Buddha di Museum fur indisce kunst dahlem Berlin Jerman, Umpak di kebon Kopi, Naskah2 kuna Wangsakarta, Bubuyudhan Sanghiang para wali haur sepuh, Fa-Kao-Chi yang ditulis oleh Fasien tahun 414, Pecahan keramik China.

Sekian tulisan ini dibuat semoga bermanfaat, segala kritik dan saran membangun akan diterima dengan lapang dada demi melestarikan budaya tatar sunda Priangan Jawa Barat, terima kasih.
By Anggulimala Putra, SH.

Nara Sumber ;
Artikel dari Dinas Purbakala RI Djakarta Th. 1964, Kompas Siana, Wiki Pedia, Naskah Wangsa Kerta,  Buku Sejarah SMA tahun 1974, Dinas Pariwisata Jawa Barat, Paviliun Jawa Barat TMII Jakarta.

                                                                                                                                                                         
                                                                                                                                                                                

Kamis, 25 April 2013

Riwayat Kerajaan Singosari.

                                                      Candi Singosari Malang Jawa Timur                                                    

Pada Abad ke 10 ditahun 1220  ada sebuah hutan dikaki gunung Ardjuno hidup segerombolan perampok yang dipimpin oleh seorang Pemuda bernama "Aroka" dan beroperasi didaerah karesidenan kadipaten Malang.
Pada suatu hari serombongan perampok ini bertemu dengan seorang Pertapa yang sedang menjalani tapa Brata disebuah bukit dikaki gunung Arjuno sebelah timur atau sebelah utara kota Malang sekarang ini, Sang Pertapa memberikan pencerahan  kepada anak muda tersebut dan memberi nama "Ken Arok" yang artinya dilahirkan kembali.
Ken Arok lalu meninggalkan pekerjaannya sebagai Perampok dan bekerja sebagai tukang ngurus kuda pada  Adipati / Akuwu Tunggul Ametung di kadipaten Tumapel ( sedangkan Raja dari China Dinasti Yuan menyebut Tumapel sebagai TU-Ma-Pan ) sekarang Malang Jawa Timur.
Waktu itu Tunggul Ametung sebagai kepala karesidenan kadipaten Tumapel mempunyai seorang Istri yang sangat cantik bernama kendedes dan hendak keluar Istana, sewaktu menaiki kuda tunggangannya Ken Arok melihat ada sebuah bintik hitam dipaha Kendedes Istri Tunggung Ametung itu. dan Ken Arok lalu bertanya kepada seorang Pertapa dengan jawaban bahwa yang menikahi Kendedes akan menjadi seorang raja besar, sedangkan Ken Arok baru menjadi Pengawal Sang Akuwu Tunggul Ametung.
Tertarik akan ucapan pertapa tersebut, Ken Arok mulai mengatur siasat liciknya yaitu memesan sebuah keris kepada Mpu gandring dan lalu membunuhnya karena keris yang dipesannya belum selesai dibuat, yaitu belum ada gagangnya, mpu gandring sebelum menghembuskan nafas terakhirnya mengutuk Ken Arok bahwa kerisnya itu akan memakan korban jiwa keturunannya kelak.               Dengan akal licik Ken Arok meminjamkan kerisnya itu kepada Kebo Ijo dan  lalu dengan keris Mpu Gandring tersebut Ken Arok membunuh Tunggul Ametung Sang Adipati kemudian Ken Arok menikahi Kendedes Istri Tunggul Ametung yang sedang hamil dan Ken Arok naik tachta menjadi Adi Pati Tumapel, hal ini menurut Pararaton Prasasti Kudadu dan Prasasti Mula Malurung.
Setelah berhasil menjadi Adi Pati Tumapel, Ken Arok mengangkat dirinya sebagai Raja Singosari yang berasal dari kata Singhasari dengan gelar Sri Rajasa dan melepaskan diri dari kekuasaan Kediri / Kadiri dan mengumpulkan bala tentaranya lalu menyerang Kediri yang membawahi Tumapel pada waktu itu, Kediri pada waktu itu diperintah oleh Raja Kertadjaja, dalam peperangan itu dimenangi oleh Ken Arok dari Tumapel Raja Kediri Kertadjaja tewas.
Setelah Raja Kediri Kertadjaja tewas, ken Arok memindahkan ibu Kota Tumapel - Singosari ke kediri dan dengan dukungan para Brahmana bergelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabhumi dan Bhatera Siwa dari Wangsa Rajasa, berkuasa dari tahun ( 1222 - 1247 ).

                                                                    Patung Kendedes

  • Ken Arok ( Th.1222 - Th. 1247 ) selain menikah dengan Kendedes menikah juga dengan KenUmang dan mempunyai anak yang bernama Toh Djaja, sedangkan Kendedes hasil dari perkawinan dengan Tunggul Ametung mempunyai anak yang diberi nama Anusapati.     Setelah Anusapati dewasa ia diberitahu oleh Ibunya Ken Dedes, bahwa Ayah kandungnya Tunggul Ametung dibunuh oleh Ken Arok / Ayah tirinya, maka Ken Arok dibunuh oleh Anusapati, dan  Ken Arok dimakamkan di Kegenengan dalam bangun Siwa Buddha Malang Jawa Timur lalu Anusapati keturunan Tunggul Ametung naik tackhta ( Th. 1247 - Th.1249 ).
  • Anusapati ( Th.1247 - Th.1249 ) menurut Nagara Kertagama yang ditulis Mpu Prapanca, sedangkan menurut Pararaton dan Pasasti Kudadu Anusapati berkuasa pada Th.1247 - Th.1248 Kemudian dengan cara licik Anusapati tewas dibunuh oleh Toh Djaja anak kandung Ken Arok, pada acara sabung ayam, karena Anusapati senang dengan sabung ayam dan pada waktu itulah Anusapati dibunuh, dan Anusapati dimakamkan di Candi Kidal sebagai Siwa Buddha, dan Toh Djaja naik tackhta ( Th.1249 - Th.1250 ).
  •  Toh Djaja ( Th.1949 - Th.1950 ) menurut Pararaton dan Prasasti Mula Malurung, sedangkan menurut Negara Kertagama ( tulisan Mpu Prapanca ) Toh Djaja Th.1248 dan Toh Djaja tewas dibunuh oleh Mahisa Campaka anak dari Mahisa Wongateleng dalam pemberontakan dan Mahisa Wongateleng tewas dimakamkan di Gunung Bhaya sebagai Bhatara Parameswara serta selesailah balas dendam kesumat antar keturunan itu, dan cucu Tunggul Ametung Wisnu Wardhana atau Ranggawuni anak Anusapati naik tackhta ( 1250 - 1272 ).  
  • Ranggawuni ( Th.1250 - Th.1272 ) menurut Pararaton Prasasti Kudadu dan sumber Nagara Kertagama, setelah naik kesinggah sana bergelar Sri Djaja Wisnuwardhana dan mengangkat Mahisa Cempaka sebagai Ratu Angabhaya dengan gelar Narasinghamurti serta memindahkan Ibu kota kediri ke Kutaraja dan Ranggawuni Sri Djaja Wisnuwardhana mangkat dimakamkan di Candi Jago sebagai Buddha Amogapura dengan Arca Amoghapase dan diteruskan oleh anaknya yang bernama Kerta Negara. 
  • Kerta Negara ( Th. 1272 - Th.1292 ) menurut Pararaton dan Prasasti Kudadu, dan menurut Negara Kertagama yang ditulis Mpu Prapanca dari Th.1268 - Th.1292. adalah Raja terakhir Singosari dengan Gelar Sri Maharaja Diraja Sri Kertanegara.
  •  Pada masa ini Kerta Negara banyak menaklukkan Negara diluar jawa, diantaranya Kerajaan Melayu, Daha, Campa, sehingga pasukannya berkurang dan banyak diluar jawa, dan pada kesempatan ini besannya Kerta Negara sendiri yaitu Bupati Kerajaan Gelang-gelang Jaya Katwang menyerang Kediri, maka Sri Maharaja Diraja Sri Kerta Negara tewas oleh Djajakatwang dan tamatlah riwayat kerajaan Singosari. Kerta Negara dimakamkan di Candi Singosari sebagai Siwa Buddha ( Bairawa ) Arcanya dikenal dengan nama Joko Dolog sekarang berada ditaman Simpang Surabaya Jawa Timur.         
   Semoga bermanfaat..! By Anggulimala Putra.

Referensi Sumber & yang berhubungan
Dinas Pariwisata Kab. Malang Jawa Timur, Pararaton, Prasasti Kudadu, Prasasti Mula Malurung, Nagara Kertagama, Candi Singosari, Candi Sumber awan, Candi Jago, Candi Kidal, Arca Djoko Dolok, Arca Ken Dedes, Arca Amoghapasa, Pav.Jawa Timur TMII.