Jumat, 17 Mei 2013

Kerajaan Kendan / Kelang.


                                                   Candi Cangkuang Garut Jawa Barat






                                                     Arca Manik di Nagreg Jawa Barat


Menurut Naskah Wangsa Kerta, Raja Tarumanagara yang ke 7 yaitu Surya Warman ( Th.535 M - 561 M ) mempunyai Putri yang bernama Tirta Kancana dinikahkan dengan Resi Guru Manikmaya dan mendirikan kerajaan Kendan / Kerajaan Kelang didesa Citaman Kecamatan Nagreg antara limbangan dan Garut, sedangkan Putra Resi Guru Manikmaya ini yang bernama Raja Putra Suraliman menjadi Panglima Perang dikerajaan kakeknya yaitu Surya Warman di Taruma Nagara.

Kendan dari kata Kenan yang artinya Batu Cadas berwarna hitam dengan rongga-rongga didalamnya dan mengandung kaca, sedangkan Pusat Kerajaannya di Nagreg ( sekarang jalan Nagreg ) 1 km dari Jalan Kereta Api dibawah Kaki Bukit Sanghyang Anjung ( sekarang dekat Proyek Pembangunan Penjernih Air Legok Nangka ), kekuasaannya berada dibawah Kerajaan Taruma Nagara dan kerajaan ini menjadi besar ketika kekuasaannya dipegang oleh Prabu Wretikadayun atau Raja Kendan pada generasi yang ke 4 ini.

Adapun Raja-Raja Kerajaan Kendan ini adalah
  1. Raja Maha Guru Manik Maya ( Th.536 M - Th.568 M ), berasal dari keluarga Calankayana di India Selatan adalah seorang Pemuka Agama Hindu, karena Jasa-jasanya dalam menyebarkan Agama Hindu ditanah Jawa, Raja Taruma Nagara pada waktu itu adalah Surya Warman menikahkan Putrinya yang bernama Tirta Kancana kepada Maha Guru Manik Maya ini sebagai Istri dan memperkenankan sang Menantu mendirikan Kerajaan Kendan ditambah sebagian dari Prajurit Taruma Nagara sebagai Pelindung Kerajaan Kendan, dan Maha Guru Manik Maya ini mempunyai Putra Mahkota yang bernama Raja Putra Suraliman, hal ini berdasarkan Naskah Pustaka Rajyarajya / Pustaka Bumi Nusantara Parwa II Sarga IV tahun 1602 Masehi yang tersimpan di Keraton Kasepuhan Cirebon Jawa Barat.  
  2. Raja Putra Suraliman ( Th.568 M - Th.579 M, menikah dengan Dewi Mutyasari Putri dari Kerajaan Kutai Bakula Putra bergelar Raja Resi Dewa Raja Sang Luyu Tawang Rahiyang Tari Medang Jati, mempunyai 1 orang anak laki-laki bernama Kandiawan dan 1 orang anak Perempuan bernama Kandiawati, menguasai Nagreg dan sampai Medang Jati Garut Jawa Barat.Hal ini berdasarkan Carita Kabuyudan Sanghyang Tapak.
  3. Raja Kandiawan ( Th.597 M - Th. 612 M ), memindahkan Pusat Kerajaan Kendan dari desa Citaman Nagreg ke Medang Jati di Cangkuang Garut Jawa Barat. Hal ini terbukti dari Situs Candi Cangkuang Garut didesa Bojong Mente Cicalengka kabupeten Garut Jawa Barat. Raja Kandiawan mempunyai 5 orang Putra yaitu ; Mangukuhan, Sandang Greba, Karung Kalah, Katung Maralah dan Wretikandayun, yang masing-masing memerintah dan terbagi 5 daerah yaitu ; Surawulan, Pelas Awi, Rawung Langit, Menir dan Kuli-kuli. Pada Akhir tahtanya ditunjuk Putra bungsu Wretikandayun sebagai Raja Kendan / Kelang dan Sang Raja Kandiawan bertapa di Bukit Layuwatang, Kabupaten Kuningan Jawa Barat.   
  4. Raja Wretikandayun ( Th.612 M - Th. 702 M ), memindahkan lagi Pusat Kerajaan Kendan / Kelang ke Galuh didesa Karang Kamulyaan , kecamatan Cijeungjing, Ciamis Jawa Barat sekarang ini, dengan Permaisuri Dewi Minawati anak dari Pendeta Hindu yaitu Resi Mekandria dan menurunkan 3 orang Putra yaitu ; Sampakwaja menjadi Resi Guru wanayasa, Amara menjadi Resi Guru Deneuh dan Jantaka/mandi minyak. Hal ini berdasarkan Pusaka Naga Sastra, Pada masa itu Kerajaan Kendan / Kelang berubah nama menjadi Kerajaan Galuh. Sedangkan Pada tahun 670 Masehi Kerajaan Induk Kendan / Kelang / Galuh ini yaitu Taruma Nagara saat itu diperintah oleh Tarusbawa telah berubah menjadi Kerajaan Sunda dan menyetujui Pemisahan Kerajaan bawahannya Kendan / Kelang menjadi Kerajaan Galuh, sehingga Kerajaan menjadi 2 bagian yaitu ; 
          1. Kerajaan Sunda ( Ex Taruma Nagara ) dengan Rajanya Tarusbawa, menguasai wilayah pada  
              bagian Barat, Ibu kota Bogor, Jawa Barat, berkuasa sampai tahun 723 M, hal terbut berdasar
              kan carita  Parahiyangan, sedangkan menurut Prasasti Jaya Bupati yang ditemukan di Cibadak
              Sukabumi tidak menyebutkan Ibu kota kerajaan di Bogor.
             
        2. Kerajaan Galuh ( Ex Kendan / Kelang )  dengan Rajanya Wretikandayun, menguasai wilayah 
            bagian Timur, ibu kota Kawali di Ciamis, Jawa Barat. Menurut Carita Parahiyangan, Putra Mah
            kota Galuh Mandi Minyak menikah dengan Maharani Shima Putri dari Kerajaan Kalingga di Jawa
            Tengah, sehingga Raja Wretakandayun berani melepaskan diri dari Taruma Nagara,- 

         Kedua Kerajaan ini lalu disatukan oleh Sri Baduga yang dikenal sebagai Prabu Siliwangi menjadi
         Kerajaan Sunda Pajajaran pada tahun 1482 Masehi. hal ini berdasarkan carita Parahiayangan.


                                                          Peta Kerajaan Sunda & Galuh
                                             

Bukti-bukti Kerajaan Kendan / Kelang yang ada sekarang ini adalah ;

  • Kampung Pasir Dayeuh kolot  / disebut Kampung Kendan dikenal dengan Kampung Kelang di Bukit yang letaknya 15 km sebelah tenggara Cicalengka Jawa Barat.
  • Ditemukannya Arca Manik, Arca Durga, Pusaka Naga Sastra, Naskah berbahasa Sansekerta yang disimpan di Museum Nasional Pusat Jakarta.
  • Candi Cangkuang didesa Bojong Mente, Cicalengka, Garut, Jawa Barat.
  • Situs Makam Keramat Sanghyang Anjungan, Situs Makam Keramat Embah Singa, Situs Makam Keramat Eyang Cakra, Situs Makam Keramat Kiara Jenggot.
  • Batu Cadas Pangeran di Nagreg Jawa Barat. 
  • Sedangkan Komplek Keraton Baleeh Gedeh untuk Pertemuan  dan Baleeh Bubut untuk kediaman Raja sudah tidak ditemukan lagi karena Rumah Panggung tersebut terbuat dari Kayu dan sudah lapuk termakan usia jaman, hanya tersisa batu-batu besar di Perbukitan Citaman Nagreg.
  • Carita Parahyangan.
  • Kabuyutan Sanghiyang Tapak.
  • Baru Bertuliskan Purnawarman di Pasir Muara dan Pasir Koleangkak yang tidak menyebutkan Ibu Kota Kerajaan Taruma Nagara.

Terima kasih telah berkenan membaca tulisan ini yang masih jauh dari sempurna semoga bermanfaat.
By ; Anggulimala Putra.


Nara Sumber  dan Pustaka ;

  • Artikel oleh Prof. Drs.Yosept Iskandar.
  • Kompasiana.
  • Abah Ikim Kuncen Makam Kramat kerajaan Kelang / Kendan.
  • Carita Parahiyangan.
  • Wiki Pedia Blog.
  • Galoeh By R.Arta Koesoema DiNingrat, Tropen Musem olieverf schilderij voor stellende potret van de Regentvan.
  • Dinas Pariwisata Jawa Barat.
  • Anjungan Propinsi Jawa Barat TMII Jakarta.









Minggu, 12 Mei 2013

Kerajaan Blambangan

                                                     Pura Agung Blambangan Jawa Timur


                                               Situs Macan Putih Blambangan Jawa Timur

                                                     Museum Blambangan Jawa Timur
                                           
Kerajaan Blambangan pada awalnya adalah Kerajaan yang bercorak Hindu dan merupakan Kerajaan Hindu terakhir di Pulau Jawa, didirikan pada tahun 1294 Masehi oleh Arya Wiraraja Bupati dari Madura di Lamajang ( Lumajang sekarang ini ) karena jasa-jasanya terhadap Raden Wijaya yang berhasil menggulingkan Jaya Katwang dan mengusir tentara Mongol keluar Jawa Timur, serta mendirikan kerajaan Majapahit, hal ini sesuai dengan Serat Raja Blambangan tahun 1774 Masehi, dan Serat Pararaton juga menyebut nama Arya Wiraraja dan Lamajang.

Blambangan atau Bala = Rakyat, ombo = Besar, yang berarti Kerajaan yang banyak rakyatnya merupakan kerajaan maritim pada abad ke 13 sampai abad ke 18 dengan batasnya dari Gunung Bromo Kabupaten Lumajang sampai ke Jawa bagian Timur 10 km  dari  kota Banyuwangi sekarang ini, kecuali Pasuruan, dengan Ibu Kotanya di Panarukan ( Sekarang Situbondo ) hal ini sesuai dengan cerita rakyat dan Serat Damar Wulan tahun 1815 Masehi & Serat Menak Jingga.

Menurut Serat Damar Wulan Th.1815 M & Menak Jingga, Raja-Raja Blambangan adalah ;
  1. Arya Wiraraja, sebagai Pendiri Kerajaan Blambangan Th. 1294 M di Lamajang / Lumajang.
  2. Menak Gadru, memerintah wilayah Prasada / Lumajang, disebut juga sebagai Menak Goden menurunkan Menak Lampor yang menguasai Werdati-Teposono-Lumajang. 
  3. Menak Lampor, yang menguasai Werdati-Teposono-Lumajang.
  4. Menak Sumandhe atau Bima Koncar Th. 1489 M - Th. 1500 M.
  5. Menak Pentor, Th. 1500 M - Th. 1541 M.
  6. Menak Cucu, ( Th. 1550 M - Th. 1582 M ), memerintah Candi Bang / Kedhaton Baluran, terkenal dengan sebutan Menak Jingga / Menak Jinggo dan Anaknya bernama Sontoguno.
  7. Menak Lumpat, Raja di Werdati yang disebut juga Sunan Rebut Payung mempunyai Putra bernama Menak Seruyu bergelar Pangeran Singosari Sunan Tawang Alun I menaklukan Mas kriyan dan seluruh keluarganya dibunuh.
  8. Menak Seruyu / Tawang Alun I, ( Th.1633 M - Th.1639 M ) Bergelar Pangeran Singosari , memerintah daerah Lumajang, Kedawung dan Blambangan Banyuwangi Jawa Timur, Pada masa ini tahun 1633 Kerajaan Blambangan diserang oleh Sultan Agung tetapi gagal, dan memang setelah Kerajaan Majapahit runtuh pada abad ke 15 Kerajaan Blambangan menjadi rebutan kerajaan Islam seperti Demak, Pajang, dan Mataram untuk expansi atau mengislamkan Jawa bagian timur, tetapi  selalu gagal.
Menak Seruyu bergelar Pangeran Singosari / Tawang Alun I mempunyai Putra yang bernama ;
1.   Mas Gede Buyut.
2.   Mas Ayu Widharba.
3.   Mas Lego mempunyai Putra bernama Mas Surodilogo ( Embah Kopek ).
4.   Mas Lanang Dangiran disebut juga Embah Mas Brondong, mempunyai anak bernama Mas Aji Rekso
      Negoro & Mas Danuwiryo.
5.  Mas Senopo atau Mas Kembar / Tawang Alun II, ( Th.1665 M - Th.1691 M ), memerintah 
     Kedhaton Macan Putih bergelar Susuhunan Gusti Prabu Tawang Alun II, dari 9 Raja Blambangan,   
     Tawang Alun II ini  merupakan Raja terbesar Kerajaan Blambangan dan terbanyak Istri serta Selirnya, 
     daerah kekuasaannya meliputi Jember, Lumajang, Situ Bondo dan Bali, rakyatnya hidup makmur.

Menurut Situs Umpak Songo / Sembilan Penyangga yang ditemukan di desa Tambak Rejo, VOC Belanda berusaha memutus hubungan Kerajaan Blambangan dengan Raja Bali GelGel dan Raja Mengwi, karena sulit menaklukan Kerajaan Blambangan, Voc Belanda bekerja sama dengan Kerajaan Mataran Islam dan Kerajaan Pajang juga Demak tetapi tidak berhasil.

Dengan tujuan untuk memperkuat Wilayah kekuasaan Kerajaan Blambangan, Tawang Alun II memperistri beberapa Permaisuri dan beberapa Selir yaitu ;
  1. Mas Ayu Rangdiyah ( dari kerajaan Bali ) sebagai Permaisuri.
  2. Mas Ayu Dewi Sumekar ( dari kerajaan Blater ) sebagai Permaisuri.
Pangeran Patih Sostro Negoro menikah dengan Putri Untung Suropati menurunkan Putra Pangeran Putro Mas Purbo Danurejo dan Anaknya Pangeran Agung Dupati dan dari Selirnya lahir Mas Simo / Pangeran Willis.

Anak-Anak Raja Tawang Alun II ( dari Permaisuri ) adalah ;
  1. Pangeran Kerta.
  2. Pangeran Mancanggara.
  3. Pangeran Gajah Binarong.
  4. Dalem Agung Mancapuro.
  5. Dalem Patih Sostro Negoro / Pangeran Dipati Rayi.
Anak-Anak Raja Tawang Alun II ( dari Selir ) adalah ;
  1. Mas Dalem Jurang Mangun.
  2. Mas Dalem Wilo Atmojo.
  3. Mas Dalem Wilo Kromo.
  4. Mas Dalem Wilo Ludro.
  5. Mas Dalem Wilo Tulis.
  6. Mas Dalem Wiro Luko.
  7. Mas Dalem Puger.
  8. Mas Dalem Wiyoyudo.
  9. Mas Dalem KI Jayaningrat.
  10. Mas Dalem Wiro Guno ( Pada Th.1772 di Peralat VOC ).
Pada masa akhir tahtanya, Raja Tawang Alun II mangkat dan upacara ngaben digelar, tempat kremasinya terletak 1 km dari Balai Agung Macan Putih yang mana seluruh Istri dan Selir Tawang Alun II turut membakar diri ( Mati Sati ) masuk kedalam kobaran Api Pembakaran.  
Setelah kepergian Raja Tawang Alun II Terjadi Peperangan antara Anak Permaisuri Ke I dan Anak Permaisuri Ke II, Kedhaton Macan Putih di rusak oleh Pangeran Dipati Rayi. ( Epos Kisah Damar Wulan dan Menak Jingga ).

Pangeran Agung Dupati, Th. 1736 M - Th. 1763 M ( Cucu Tawang Alun II ) yang merupakan Cucu Untung Suropati bergelar Sinuhun Gusti Prabu Danu Ningrat memerintah Kerajaan Blambangan di kedhaton Macan Putih, Selirnya melahirkan Mas Simo / Pengeran Willis.

Pada tanggal 16 Desember Th. 1771 Masehi Kerajaan Blambangan di Serang kembali oleh VOC Belanda dengan Pimpinan Jendral Van Schaar dan kerajaan Blambangan di Pimpin oleh Rempeg Jogo Pati, VOC Belanda kalah Jendral Van Chaar tewas, yang dikenal sebagai Perang Puputan dan hari serta tanggal bulan tersebut diperingati sebagai hari jadi Kabupaten Banyuwangi, hal ini sesuai dengan Babad Tanah Jawi, Serat Damar Wulan dan Serat Minak Jinggo th. 1815.

Pangeran Agung Willis ( Th. 1771 M  ), disebut juga sebagai Mas Simo yang masih Kerabat dengan Kerajaan Mengwi, Bali, lahir dari Selir Pangeran Agung Dupati / Sinuhun Gusti Prabu Danu Ningrat menjadi keributan dan perebutan kekuasaan dikalangan Keraton Kerajaan Blambangan antara Putra Pangeran dari Permaisuri dengan Putra Pangeran dari Selir yaitu Pangeran Willis sehingga Kerajaan Blambangan menjadi lemah. hal ini sesuai dengan keterangan Guru Besar sejarah Dosen Universitas Gajah Mada DR. SRI MARGANA. Mei tahun 2011.

Rempeg Jogo Pati, keturunan dari Raja Bayu - Bali lahir dari Selir Susuhunan Tawang Alun II dikenal sebagai Senopati Kerajaan Blambangan yang diperintah oleh Pangeran Agung Willis juga masih kerabat kerajaan Bali ini menobatkan diri sebagai Susuhunan Jaga Patih di Rowo Bayu, yang mana sebelumnya Kerajaan Blambangan berpusat di Lateng ( sekarang Rogojampi ), Rowo Bayu berada di kaki Gunung Raung, hutan Pinus pertemuan 3 mata Air, yakni Sendang Kaputren, Sendang Wiganga dan Sendang Kamulyan.

**Pada bulan Oktober tahun 1772 VOC Belanda membalas kekalahannya Pada tahun 1771 Masehi  lalu dengan mengerahkan 1.500 Pasukan, sehingga Rakyat Kerajaan Blambangan  baik tua maupun muda hanya 8.000 orang hanya tersisa 2.000 orang saja, Kepala di Penggal dan digantungkan di Pohon - Pohon, Perang dan Pembuhunan Paling Sadis yang dilakukan Tentara VOC Belanda pada waktu itu terhadap Kerajaan Blambangan Banyuwangi Jawa Timur.
VOC Belanda Setelah berhasil menghancurkan Kerajaan Blambangan mulai menjalankan Politik De Vide Et Impera, yaitu Politik Adu Domba dari Belanda yang sangat terkenal, dengan cara mengangkat Mas Dalem Wiro Guno anak dari Selir Tawang Alun II sebagai Bupati Blambangan Pertama, dengan Gelar Mas Alit KRT Wiroguno dan pada keturunan selanjutnya Blambangan memeluk Islam yang sebelumnya memeluk Hindu sehingga Bali lepas dengan Jawa, tetapi sebagian tentara Kerajaan Blambangan ada yang melarikan diri ke Bali lewat hutan Pinus alas Purwo sekarang ini. ( Serat Kanda Abad ke 18 ).

Saat ini bekas - bekas Kerajaan Blambangan yang masih tersisa adalah ;

  1. Tembok Rejo salah satu Benteng Kerajaan Blambangan yang terletak didesa Tambak rejo.
  2. Pura Agung Blambangan didesa Tambak Rejo, 30 km Banyuwangi, Pura terbesar di Banyuwangi terdapat Umpak Songo, Nuur Tirta ( Air Suci ).
  3. Keraton Macan Putih di Kecamatan Kebat, Banyuwangi.
  4. Pura Mandra Giri Semeru Agung di Lumajang Jawa Timur.
  5. Stinggil sebagai Pos Pengawasan Pelabuhan.
  6. Sumur Tua dan Kolam di sekitar Pura Agung Blambangan.
  7. Sendang Keputren, Sendang Wiganga dan Sendang Kamulyan di Rogojampi Rowo Bayu kaki gunung Raung alas purwo Banyuwangi.
  8. Makam Kramat Mbah Rempeg Jogo Patih / Mbah Rembug di desa Bunder yang berasal dari kata Munder yaitu Buah bentuk seperti Apel dengan rasa Asam, lokasinya dekat dengan bekas Istana Tawang Alun. Makam keramat ini berbeda dengan Makam-makam keramat lainnya yang membujur Utara Selatan, tetapi Makam Kramat Mbah Rempeg bentuknya membujur Barat Timur.
  9. Situs Raja Tawang Alun yaitu Candi Puncak Agung Macan Putih dan petilasan pertapaan Tawang alun di Kebat Banyuwangi.
  10. Guci - Guci dan Gelang serta Aksesoris.
Terima kasih kepada teman-teman yang telah berkenan membaca tulisan ini, walau tulisan ini masih jauh dari sempurna, mohon maaf  bila ada kesalahan dari ejaan ini, Semoga bermanfaat.
By ; Anggulimala Putra.
( label Google ; dian makan11 )

Pustaka & Nara Sumber ;
- Purwa Sastra, Babad Wilis.
- Winarsih Arifin, Babad Sembar.
- Wiki Pedia Indonesia.
- I Made Sudjana, Nagari Tawon madu : sejarah Politik Blambangan abad ke.XVIII.
- Java's last Frontiee, Universitas Leiden, oleh DR.Sri Margana.
- Sejarah Indonesia SMA th.1973, Balai Pustaka, Jakarta.
- Dinas Pariwisata Jawa Timur.








                



Jumat, 03 Mei 2013

Asal Usul Kerajaan Kediri.

                                                                                                                                                                         
                                                 Sendang Tirto Joyoboyo Kediri Jatim
                                        

                                                                    Arca Airlangga

Berdirinya Kerajaan Kadiri atau Kediri tidak terlepas dari Peran Airlangga ( = Air dan loncat ) yang lahir Pada Tahun 990 Masehi, Ayahnya yang bernama Udayana, Raja dari Kerajaan Bedahulu dari Wangsa Warmadewa dan Ibunya yang bernama Mahendratta Putri dari Kerajaan Medang Wangsa Isnaya, dan juga sebagai keturunan Empu Sindok dari wangsa Isnaya dari Kerajaan Mataram Kuna / Mataram Hindu.
Pantun Airlangga ditemukan didesa Belahan Kediri, dan menjadi koleksi Museum Trowulan Jawa Timur yang mengisahkan Airlangga berkuasa sejak Usia 19 Th, yaitu Th.1009 Masehi - Th.1042 Masehi setelah 3 tahun lamanya bersemedhi dihutan.

Airlangga mempunyai 3 orang anak, yaitu ;
  1. Putri Sulung yang bernama Dewi Kilisuci. memilih hidup Sebagai Pertapa di Gunung Klotok dan sekarang ini terkenal sebagai Goa Selomangleng G.Klotok Kediri.
  2. Putra Pertama yang bernama Sri Samara Wijaya.
  3. Putra Kedua yang bernama Mapanji Garasakan.
Hal ini dikisahkan oleh ;
- Serat Calon Arang yang menyebutkan Airlangga sebagai Raja Daha.
- Nagarakertagama menyebut Airlangga sebagai Raja Panjalu di Daha.

Pusat Kerajaan atau Ibu Kotanya terletak di Kahuripan, hal ini sesuai Serat Calon Arang.

Pada tahun 1042 Masehi Airlangga turun takhta menjadi Pandita, dan wafat pada Th. 1049 Masehi hal ini dikisahkan oleh ;
  • Serat Calon Arang, Airlangga bergelar Resi Erlangga Jatiningrat.
  • Babad Tanah Jawi, Airlangga sebagai Resi Gentayu.
  • Prasasti Gandhakuti ( Th. 1042 Masehi ), Airlangga Sebagai Resi Aji Paduka Mpungku Sang Pinaka Catraning Bhuwana.   


Arca Dewa Wisnu



Kerajaan Kadiri / Kediri ( Tahun 1042 Masehi - Th. 1222 Masehi ) :


Menurut Prasasti Pamwatan yang ditulis Airlangga Pada Th. 1042 Masehi dan sesuai dengan Berita Serat Calon Arang dalam bahasa Jawa Kuna, saat akhir memegang takhta kerajaan Airlangga, Pusat Kerajaan sudah tidak dikahuripan lagi, tetapi di Daha, dan Daha = singkatan dari Dahana Pura atau kota Api, dengan Kotanya yang terletak ditepian Sungai Brantas sekarang ini.

Karena adanya 2 orang Putra Mahkota yang sering cekcok / tidak rukun, sedangkan anak Pertama Putri Dewi Kilisuci memilih hidup sebagai Pertapa, maka Pada akhir tahun 1042 Masehi saat Airlangga akan turun takhta ia meminta Empu Bharada membagi Warisan kerajaan menjadi 2 bagian yaitu ;  
  1. Putra Mahkota Sri Samara Wijaya, mendapat warisan kerajaan bagian Barat dengan nama Kerajaannya Panjalu dan Ibu Kotanya tetap di Daha.
  2. Putra Mahkota Mapanji Garasakan, mendapat warisan kerajaan bagian Timur dengan nama kerajaannya Jenggala dan Ibu Kotanya di Kahuripan.
Menurut Prasasti Mahakasubya tahun 1289 Masehi dan Nagara Kertagama, sebelum kerajaan dibelah menjadi 2 bagian, nama kerajaan oleh Airlangga adalah Panjalu dengan pusat kotanya di Daha dan menurut berita para Pedagang Chenese watu itu Panjalu = Pu-Chia-Lung.
Sedangkan Prasasti Turun Hyang II Th. 1044 Masehi mengisahkan, bahwa sepeninggal Prabu Airlangga Kerajaan Panjalu dan Jenggala selalu Perang Saudara tak pernah henti.

Perihal kekuasan kakak beradik itu, Prasasti Malenga mengisahkan bahwa Raja Mapanji Garasakan Jenggala berkuasa dari tahun 1042 Masehi - Tahun 1052 Masehi tetap memakai lambang kerajaan Airlangga yaitu Garuda Mukha dan selalu Perang dengan Panjalu / Raja Daha, Jenggala menang lalu kalah lagi terus menerus tanpa henti selama beberapa tahun lamanya.

Raja-Raja Jenggala dengan pusat kota di Kahuripan (Lambang Garuda Mukha) ; 
  1. Raja Mapanji Garasakan berkuasa dari tahun 1042 M - Th. 1052 M.
  2. Raja Mapanji Alanjung berkuasa dari tahun 1052 M - Th. 1059 M.
  3. Raja Sri Maharaja Samarotsaka dari tahun 1059 Masehi.
Sampai berkuasanya Raja-raja Jenggala Sri Maharaja Samarotsaka, tidak ada Situs pendukungnya, hal tersebut disebabkan beberapa hal yaitu kedua kerajaan Jenggala dan Panjalu yang terus menerus perang saudara, Situs dirusak / sengaja dirusak karena dianggap tidak berguna, bencana alam gunung meletus dan tanah longsor situs tertimbum dan belum ditemukan, pada era jaman Penjajahan situs diboyong keluar negeri untuk koleksi, Situs dijual untuk komersil, Pembiaraan dan tidak diketahui oleh Dinas Purbakala RI dll.
Prasasti Sirah Keting tahun 1104 Masehi oleh Sri Jayawarsa mengisahkan hanya Sri Samara Wijaya dari Kerajaan Panjalu yang masih berdiri, sedangkan Situs Tondowongso yang ditemukan didesa Gayam pada tahun 2007 lalu hanya 11 Arca ditemukan, tapi yang menarik adalah Arca Dewa Syiwa Catur Muka atau Dewa Syiwa bermuka Empat.   

Raja-Raja Panjalu dengan Pusat Kota di Daha atau Kediri ;   
  1. Raja Sri Samara Wijaya ( Th.1042 M ) bergelar Sri Jayawarsa Digjaya Shastra Prabu, ber - dasarkan Prasasti Pamwatan tahun 1042 Masehi. 
  2. Raja Sri Jayawarsa ( Th.1104 M ) sesuai Prasasti Sirah Keting tahun 1104 Masehi.
  3. Raja Bameswara / Kameswara ( Th. 1116 M - Th. 1135 M ) dengan Gelar Sri Maharaja Rake Sirikan memperistri  Sri Kirana dari Kerajaan Jenggala Kahuripan, dan memindahkan Ibu Kota kerajaan dari Daha ke Kediri serta memakai Lencana Tengkorak bertaring duduk diatas bulan sabit yang disebut Candra Pala, sesuai Prasasti Padelegan tahun 1117 dan Empu Darmaja menulis Kakawin Smaradahana.  
  4. Raja Joyoboyo atau Jayabaya ( Th. 1135 M - Th. 1157 M ) dengan Gelar Sri Maharaja Sri Gandra Sri Aji Joyoboyo, dianggap mempunyai kesaktian dan kedudukannya sebagai Bhatara Wisnu, sesuai Prasasti Ngantang Th.1135 Masehi dan Prasasti Talan Th.1136 Masehi serta Kakawin Brata Yudha tahun 1157 Masehi.
  5. Raja Sri Sarwa Weswara ( Th.1159 M ) sesuai Prasasti Padelega II Tahun 1159 dan Prasasti  Kakyunan tahun 1161 Masehi.
  6. Raja Sri Aryeswara ( Th. 1171 M ) Prasasti Angin tahun 1171 Masehi.
  7. Raja Sri Gandra ( Th. 1181 M ) Prasasti Jaring tahun 1181 Masehi.
  8. Raja Kameswara ( Th. 1182 M ) Prasasti Ceker Th.1182 & Kakawin Smaradahana.
  9. Prabu Srengga Kerta Jaya ( Th.1185 M - Th.1222 M ) menerapkan Catur Marga, Yaitu ; Dharma, Arta, Kamma dan Moksa, Sesuai Prasasti Galunggung Th.1194 M, Prasasti Kamulan Th. 1194 M, Prasasti Palah tahun 1197 M, Prasasti Wates Kulon Th. 1205 M, Negara Kertagama dan Pararaton.
Berdasarkan Prasasti Ngantang ( Th. 1135 M ) menuturkan bahwa Kerajaan Panjalu sewaktu Raja Sri Jaya Bhaya menaklukkan Kerajaan Jenggala dan menguasai Seluruh Jawa, sehingga kediri jadi terkenal, kehidupan rakyatnya makmur, dimana lahirnya Empu Sedah dan Empu Panuluh yang menulis Kakawin Hariwangsa dan Kakawin Bharata Yudha ( kisah Pandawa Lima mengalahkan Kurawa ) dan Gatot Koco sebagai kemenangan Kerajaan Panjalu oleh Sri Jaya Bhaya atas Kerajaan Jenggala.

Prabu Sri Aji Joyoboyo ber istrikan Dewi Sara mempunyai 3 orang Putri dan 1 orang Putra yaitu ;
1. Dewi Pramesti mempunyai anak bernama Angling Dharma.
2. Dewi Pramuna.
3. Dewi Sasanti.
4. Raden Jaya Mijaya.

Pada Jaman kekuasaan Kerta Jaya ini Kediri Runtuh karena diserang oleh Ken Arok, setelah sebelumnya Ken Arok membunuh Akuwu Tunggul Ametung di Tumapel dan Ken Arok mengangkat dirinya sebagai Raja Singosari lalu kemudian melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Kediri. 
Setelah merasa cukup kuat Ken Arok dari Singosari ini justru menaklukkan Kediri dan sebaliknya Kerajaan Kediri menjadi bawahan Singosari, setelah kalah Perang dengan Ken Arok didesa Ganter, hal ini dikisahkan oleh Pararaton dan Nagara Kertagama Kediri menjadi bawahan Singosari dan mengangkat Putra Kerta Jaya dengan gelar Sastra Jaya pada tahun 1222 M sebagai Bupati kediri.

                                              Petilasan Prabu Sri Aji Joyoboyo Kediri Jatim
                       
Petilasan Sri Aji Joyoboyo terletak didesa Menang, Kec. Pagu, Kediri, Jawa Timur, sebagai Sri Aji Joyoboyo melepaskan kedudukannya sebagai Bhatara Wisnu. 

Sejak Tahun 1222 Kediri diperintah oleh Ken Arok dan keturunannya selama 70 tahun lamanya, baru pada tahun 1292 sewaktu diperintah Raja terakhir Singosari yaitu Kerta Negara, Bupati Gelang-gelang pada waktu itu Jaya Katwang ( Keturunan Kerta Jaya ) dengan bantuan Arya Wiraraja Bupati Madura waktu itu menyerang Kediri kembali dan Kerta Negara Raja dari keturunan Ken Arok kalah.  
Kemudian Jaya Katwang menyebut sebagai Kerajaan Gelang Gelang, dan pada tahun 1293 Masehi datang tentara Kerajaan Mongol dari China untuk menghukum Raja Kerta Negara yang memotong telinga utusan Raja Mongol, dan hal ini dimanfaatkan oleh Raden Wijaya, sehingga Jaya Katwang kalah dan berakhirlah Kerajaan Kediri pada tahun 1293 Masehi, hal ini dikisahkan oleh Negara Kertagama dan Pararaton.

Terima Kasih yang sebesar-besarnya kepada pecinta sejarah dan yang menyukai tulisan ini walaupun tulisan ini masih banyak kekurangannya, semoga bermanfaat.
By Anggulimala Putra.

Pustaka & Nara Suber ;
-Babad Tanah Jawi Th.2007, Yokyakarta.
-Wiki Pedia.
-Dinas Pariwisata Kab. Kediri.
-Poesponegoro & Notosusanto 1990 Sejarah Nasional Indonesia Jilid II Jakarta Balai Pustaka.
-Slamet Mulyana 1979 ttg Nagara Kertagama & tafsir Sejarahnya, Jakarta Bhratara.
-Komunitas Blogger Indonesia.